Elegi

Surat kecil Dice.

Dice Arisugawa and Otome Tohoten as Mom and Son.

Tw and cw : dice masih umur 6 tahun , Major Chara Death , Bullying , harshword , and many more.

Halo, kakak-kakak! Kenalin nama aku Dice! Aku itu sayang banget sama Mama Otome, karna dia satu-satunya yang Dice punya sekarang, hihi. Meski mama itu galak banget, suka marahin Dice kalo Dice males tapi mama cantik banget, pantesan banyak yang mau deket-deket sama mama. Eh tapi aku ga bolehin, sih, karna mama itu hanya punya Dice!!!

Aku suka banget main masak-masakan sama mama, main robot, main puzzle, main petak umpet dan yang lainnya. Aku seneng banget! Seru meskipun hanya berdua aja sama mama. Tapi aku kadang bingung, setiap di sekolah aku diledekin temen-temenku, katanya aku ini anak haram, mamaku juga dikatai lonte... emang itu apasih kak, artinya?

Setiap Dice cerita ke mama, mama selalu bilang sama Dice buat jangan dipikirin omongan-omongan orang yang bilang gitu ke Dice, hehe jadinya Dice acuhin deh. Tapi kadang Dice sedih, setiap temen kelas Dice samperin untuk main bareng mereka selalu ngehindar dan bilang mereka gak mau main sama aku, katanya aku gak cocok main sama mereka..

Itu kenapa sih, padahal aku gak pernah buat mereka kesal ataupun isengin mereka.. aku bingung, aku juga mau punya banyak sahabat seperti teman-teman di SD aku, tapi setiap aku deketin mereka kabur. Hiks.

Aku kadang pulang sekolah suka nangis sendiri dikamar, biar gak ketahuan mama. Aku takut mama malah kepikiran soal aku, jadinya aku nangisnya ngumpet-ngumpet deh, hihi ini rahasia kita ya.

Oh iya, aku mau cerita lagi hihi, aku suka masakan mama! Mama masaknya jago banget, Dice paling suka pas dimasakin ayam mentega hmmmm enak! Itu kesukaan Dice, loh! Kapan-kapan kalau mama bikin bakal ku kasih juga ke kaka-kaka!!!! Kaka-kaka harus coba masakan mamanya Dice!!! Juara!!!

Tapi, apa bisa Dice makan masakan mama lagi ya kak? Soalnya katanya mama gak bakal kembali lagi, kemarin banyak yang datang kerumah Dice banyak banget, sambil nangis. Dice diumpetin di kamar, nggak boleh keluar... besoknya Dice baru bisa keluar, pas Dice lihat nggak ada mama adanya cuman Paman Rei dan Kak Jakurai. Dice udah cari keseluruh rumah, tapi mama gak ketemu kakak mau bantuin Dice cari nggak?

Tapi katanya Paman Rei, mama udah pergi jauh gak bakal kesini-sini lagi. Tapi kok mama jahat ya, kak? Masa nggak ajak-ajak Dice pergi! Dice-kan juga ingin pergi melihat dunia luar. Pas Dice tanya lagi kenapa Dice ngga diajak, katanya belum saatnya Dice ikut mama. Ini semua kenapa ya kok Dice nggak dibolehin ini itu, Dice sebel!!! Sebel!!!

Wah udah banyak juga Dice nulisnya, Dice juga udah mulai capek nih, Dice udahin dulu ya. Dadah kaka-kaka!!!

Ditulis oleh: Dice 09 Januari 20xxx

Sajak kecil tentang cinta.

Xiaoyun au. ———‐—————————————

Wajahnya semangat–tak terlalu terlihat, namun cukup menggambarkan bahwa ia tengah berbahagia. Xiao mengulum senyum, tatkala sepasang tangan menyentuh jemarinya perlahan membawanya dalam kebahagiaan yang sebenarnya sulit untuk ia utarakan.

Tak sadar Xiao mengeratkan pegangan tangannya, seakan enggan melepaskan Chongyun begitu saja; padahal Chongyun juga tidak mau kali berpaling dari Xiao, bagi Chongyun, Xiao itu hanyalah satu yang ia akan tetap miliki dalam sanubarinya.

“Hei, Xiao. Bisakah kau kendurkan sedikit genggamanmu? Tanganku sakit tahu!” Protesnya. Tetapi lelaki bersurai hitam-hijau itu tak menggubrisnya, membuat Chongyun menjadi kesal.

“Aku tidak mau, nanti kau diambil oleh orang.” Jelas Xiao. Saat mendengarnya Chongyun membuat wajah seperti Apakah kau bercanda?, lelakinya ini sangatlah aneh.

Ya.. setidaknya dimata Chongyun saja, sih.

Mereka menyusuri taman yang tumben sekali hari ini terasa sepi, tak terlalu banyak orang, namun sangat tenang. Biasanya berisik oleh anak-anak kecil yang bermain dan berteriak.

“Chongyun, aku ingin membeli eskrim disana, apakah kau mau?” Tanya Xiao. Chongyun mengangguk keras, oh ia sangat suka sekali eskrim.

“Baiklah, kau tunggu saja di bangku sana, aku akan segera kembali.” Ujar Xiao sembari menunjuk letak bangku yang tak terlalu jauh dari ke2nya berdiri. Chongyun menuruti apa kata Xiao dan bergegas menuju bangku tersebut.

Tak berselang lama, Xiao datang dengan 2 eskrim di tangannya. Ia menyerahkan eskrim mint choco ke Chongyun, sedangkan dirinya memakan eskrim rasa cheese cake.

“Terima kasih, sayang.” Kata Chongyun yang dihadiahi kecupan singkat dipipi kirinya.

“Omong-omong, tadi malam aku baru selesai membaca buku kumpulan puisinya Pak Sapardi.” Chongyun akhirnya memecah keheningan yang diakibatkan oleh mereka karna sibuk sekali dengan eskrim masing-masing.

“Hmm, lalu?”

“Aku ketemu satu puisi yang sangat indah.” Katanya. Xiao tertarik untuk mendengarnya.

“Oh ya? Apakah kau masih ingat isinya?” Tanya Xiao. Chongyun mengangguk semangat.

“Begini katanya 'mencintai angin harus menjadi siut, mencintai air harus menjadi ricik, mencintai gunung harus menjadi terjal, mencintai api harus menjadi jilat; mencintai cakrawala harus menebas jarak, mencintai-Mu harus menjelma aku.” Tungkasnya.

“Sajak yang indah, sama seperti yang baru saja selesai membacanya.” Kata Xiao. Pipi Chongyun perlahan berubah menjadi merah, semerah buah ceri.

Xiao dibuat tertawa karnanya, ia membawa Chongyun kedalam dekapannya, menciumi seluruh permukaan wajahnya dan terakhir bibirnya yang lembut.

“Aku mencintaimu, aku takkan lelah mengatakan ini padamu, aku sangat beruntung memilikimu.” Ujar Xiao.

“Hn, aku juga, terima kasih karna kau selalu menerima lebih dan kurangku.”

Akhirnya taman itu menjadi saksi bisu dimana ia bisa melihat sepasang anak manusia yang saling berbagi kelemahan masing masing, dan menyatukannya menjadi kekuatan asing.

“Dalam doaku pagi ini, aku memohon kepada Tuhanku agar kita selalu menjadi satu, tak terpisak jarak dan waktu, menjadi 1 tulang rusuk dan selalu mencintaimu dalam abadi.” Luloveletta, Jakarta 2021.

PAGI.

Zhongxiao au


Ketika angin pagi tiba seketika tak ada di mana saja. Di mana saja bayang-bayang gema cinta kita yang semalam sibuk menerka-nerka.

Di antara meja, kursi, dan jendela? Kamar berkabur setiap malam kita berada, jam jam terdiam, sampai kita ghaib begitu saja.

Ketika angin pagi tiba tak terdengar, “di mana kita?” Masing-masing mulai kembali berkelana cinta yang menyusur jejak Cinta yang pada kita tak habis-habisnya menerka.


wosh

Xiao terbangun ketika didapat wajahnya tersapu angin dingin, perlahan ia mendudukan dirinya di kasur menatap kosong pakaian yang sekarang berada didekapannya. Ah baju ini, Xiao semakin mengeratkan dekapannya, bau Zhongli ia suka itu.

Tiba tiba Xiao teringat tatto berbentuk ikan Hiu yang berada di punggung sebelah kirinya, bukan karna ia tak mempunyai hewan lain untuk digambar, tapi karna Ikan Hiu memiliki filosofinya tersendiri untuk Xiao.

“Hei, Zhongli, ingatkah kau saat aku mendapatkan tatto Hiu pada punggungku? Kau mengatakan bahwa mengapa harus Hiu? Seperti tidak mempunyai hewan lain saja.” Kata Xiao. Ia mengambil nafas sebentar sebelum melanjutkan pembicaraannya.

“Kau tau? Aku mengambil gambar Tatto Hiu karna aku teringat ucapanmu, jika suatu saat nanti kau mati, kamu akan kembali sebagai hiu, so i can swim everyday in the ocean looking for you. I miss you.” Air matanya perlahan turun membahasi pipinya. Hatinya begitu kelu, ia merindukan lelakinya.

Surat dariku, untuk dirimu yang bertambah umur tepat pada hari ini.

Sano Majiro, atau kau yang sering menyebut dirimu dengan nama Mikey, hei, hari ini bertambah usiamu bukan? Hari ini engkau menginjak umur 30 tahun, tak terasa kau sudah begitu dewasa, padahal dahulu kau masih harus memakan kids meal dengan bendera di atasnya, memakan taiyaki kesukaanmu, dan lain halnya.

Mikey kau adalah manusia kuat, kau tahu? Dibelakangmu terdapat puluhan manusia yang selalu mendukungmu, kau ingat? Masih ada Draken, Baji, Mitsuya, Kawata bersaudara, Kazutora, dan yang paling terpenting adalah Takemichi.

Aku sangat berterima kasih engkau sudah mau tumbuh sebagai manusia tangguh, terima kasih juga karna engkau telah menjadi manusia yang hebat, aku sangat senang sekali akan hal itu.

Hm, aku tak pandai merangkai kata, kalimat atau frasa tapi aku ingin mengucapkan ini untuk yang kedua kalinya.

Selamat ulang tahun untukmu Mikey, selamat bertambah umurmu, sehat ragamu dan jiwamu agar kelak engkau mendapat kebahagiaan yang kau cari meski aku tahu, duniamu telah direnggut paksa darimu, kau banyak kehilangan orang yang kamu kasihi, menderita sendirian, menahan sakit yang kamu tahan berpuluh-puluh tahun lamanya, kau terlalu banyak mengatakan tidak apa-apa padahal dirimu dan jiwamu sedang tidak apa-apa.

Kau terlalu mementingkan kepentingan orang lain dibandingkan dengan dirimu, sungguh kau ini adalah manusia paling aneh yang pernah ku temui. Kau terlalu kasihan terhadap orang sehingga dirimu tak pernah kau fikirkan, ah sudahlah, aku sekarang hanya bisa mendoakan yang terbaik untukmu. Bahagialah selalu matahariku, kau tak pantas terlalu larut dalam kesedihan.

Sekali lagi, selamat ulang tahun.

Terima kasih, dan maaf karna telah harus melihatmu patah. Ku harap kau dapat segera bertumbuh, meski tak sesempurna dahulu.

Dariku, yang selalu mendo'akan-mu.

Surat dariku, untuk dirimu yang bertambah umur tepat pada hari ini.

Sano Majiro, atau kau yang sering menyebut dirimu dengan nama Mikey, hei, hari ini bertambah usiamu bukan? Hari ini engkau menginjak umur 30 tahun, tak terasa kau sudah begitu dewasa, padahal dahulu kau masih harus memakan kids meal dengan bendera di atasnya, memakan taiyaki kesukaanmu, dan lain halnya.

Mikey kau adalah manusia kuat, kau tahu? Dibelakangmu terdapat puluhan manusia yang selalu mendukungmu, kau ingat? Masih ada Draken, Baji, Mitsuya, Kawata bersaudara, Kazutora, dan yang paling terpenting adalah Takemichi.

Hm, aku tak pandai merangkai kata, kalimat atau frasa tapi aku ingin mengucapkan ini untuk yang kedua kalinya.

Selamat ulang tahun untukmu Mikey, selamat bertambah umurmu, sehat ragamu dan jiwamu agar kelak engkau mendapat kebahagiaan yang kau cari meski aku tahu, duniamu telah direnggut paksa darimu, kau banyak kehilangan orang yang kamu kasihi, menderita sendirian, menahan sakit yang kamu tahan berpuluh-puluh tahun lamanya, kau terlalu banyak mengatakan tidak apa-apa padahal dirimu dan jiwamu sedang tidak apa-apa.

Kau terlalu mementingkan kepentingan orang lain dibandingkan dengan dirimu, sungguh kau ini adalah manusia paling aneh yang pernah ku temui. Kau terlalu kasihan terhadap orang sehingga dirimu tak pernah kau fikirkan, ah sudahlah, aku sekarang hanya bisa mendoakan yang terbaik untukmu. Bahagialah selalu matahariku, kau tak pantas terlalu larut dalam kesedihan.

Sekali lagi, selamat ulang tahun.

Terima kasih, dan maaf karna telah harus melihatmu patah. Ku harap kau dapat segera bertumbuh, meski tak sesempurna dahulu.

Dariku, yang selalu mendo'akan-mu.

Confession

An Kokonui au.


Teruntuk pria yang gemar duduk-duduk di balkon rumah, dengan secangkir teh hangat ditangan, menghirup udara segar setiap pagi. Aku ingin mengatakan jika aku jatuh cinta padamu.

—Kokonoi Hajime

Teruntuk pria yang gemar bermain hujan kala sore hari, dengan payung yang ditinggalkan begitu saja di aspal jalan, berlarian tanpa takut sakit. Aku ingin mengatakan jikalau aku juga jatuh cinta kepadamu.

—Inui Seishu


Keduanya tergelak dikamar masing-masing, menatap secarcik kertas pemberian dari orang yang dikasihi dengan perasaan gembira.

Entah memang mereka memiliki ikatan batin yang cukup kuat, atau memang mereka merencanakan ini sebelumnya. Kedua insan manusia tampak keluar dari kamar mereka dan duduk manis di balkon kamar masing-masing.

Bertegur sapa hangat, kala swastamita terbenam dari arah barat, berganti dengan rembulan yang mengintip malu sebagai gantinya.

Langit memancarkan semburat berwarna orange yang indah, angin sore berhembus menggelitik surai keduanya. Hari ini tampaknya kedua insan yang sedang dimabuk cinta ini tak mau mengutarakan perasaannya, mereka merasa seperti pecundang yang hanya berani bermuka tebal pada sebuah coretan disecarcik kertas.

“Hai.” Sebuah sapa canggung terucap dari bibir seorang Seishu Inui. Yang disebrang pun tak ingin kehilangan momentumnya, disapa lah kembali sang pencuri hatinya.

“Hai juga, bagaimana kabarmu?”

Setelah menanyakan hal tersebut, Koko mengutuk dirinya sendiri, sangat kuno batinnya.

“HAHA pertanyaan kuno, tak apa aku suka. Aku baik kok, how about you?” Tanya Inui.

I'm doing fine, thanks.

Setelah percakapan singkat itu, keduanya tak lagi saling berbicara, mereka lebih memilih bungkam membiarkan kesunyian, dan suara burung-burung yang mengambil alih semuanya.

“Inupi.” Panggil Koko. Inui yang mendengar namanya dipanggil oleh Koko segera menoleh, melemparkan tatap penuh tanya kepada si surai berwarna gelap.

“Ya? Kenapa, Ko?” Tanyanya. Koko gugup, ia ingin sekali mengutarakan perasaannya lebih jauh, ia sudah berlatih siang dan malam hanya demi hari yang ia tunggu akan datang. Namun, ia sangat sebal kenapa gugupnya harus datang disaat tak tepat.

Inui bersabar menunggu Koko yang sepertinya ingin berbicara sesuatu itu, diulam jemarinya yang lentik dan

Letters.


Hari itu pada bulan ke-12 tepat dimana salju pertama turun, disitu juga aku kehilangan dirimu. Semenjak kepergianmu yang terlalu mendadak, aku selalu berjalan bersama dengan bayang hitam nan kasar, berjalan menyusuri kaki-kaki cakrawala sampai aku tidak tahu lagi apa tujuanku, dan apa yang harus aku cari.

Selalu ku gapai apa yang terlintas didepanku, namun selalu tak cukup bagiku. Kala sinar matahari padam, berganti dengan redupnya sinar rembulan yang terlalu lemah, namun masih sanggup untuk hanya sekedar menerangi sisi gelapnya dunia.

Ragaku selalu terjaga setiap malam, berharap angin datang membawa surat kerinduan dari alam. Tak lelah, dan tak henti-hentinya ku meminta kepada sang surya agar tidak datang terlalu cepat, karna nanti tak bisa lagi ku rasakan kehadiranmu dalam tidur malamku.

Bulan, tolong sampaikanlah rinduku yang teramat kepada manusia yang sekarang ini sedang engkau peluk dalam dekapmu. Aku selalu menanti kehadiran sosoknya dalam bentuk bayanganpun tak apa, aku selalu menanti dan akan terus menanti. Dan sebagaimana nantinya, jika hari itu akan tiba biarkanlah ia lebih lama bersama-sama denganku.

Kau sudah terlalu banyak menghabiskan waktu dengannya, rembulan. Maka dari itu, tolong sekali ini izinkan-lah ia berada disisiku dalam jangka waktu yang lama.

Lalu bulan terbenam, saatnya ucapkan selamat tinggal; Selamat tinggal angin malam dan dinginnya langit malam. Waktunya untuk memulai kehidupan, janganlah khawatir akan terang yang akan mendatang. Aku akan tetap berada disisimu, hingga bulan datang lagi menjemput.

Teruntuk yang dirindu: Kokonoi Hajime.

Dan sedari yang merindu: Seishu Inui.

Letters.


Hari itu pada bulan ke-12 tepat dimana salju pertama turun, disitu juga aku kehilangan dirimu. Semenjak kepergianmu yang terlalu mendadak, aku selalu berjalan bersama dengan bayang hitam nan kasar, berjalan menyusuri kaki-kaki cakrawala sampai aku tidak tahu lagi apa tujuanku, dan apa yang harus aku cari.

Selalu ku gapai apa yang terlintas didepanku, namun selalu tak cukup bagiku. Kala sinar matahari padam, berganti dengan redupnya sinar rembulan yang terlalu lemah, namun masih sanggup untuk hanya sekedar menerangi sisi gelapnya dunia.

Ragaku selalu terjaga setiap malam, berharap angin datang membawa surat kerinduan dari alam. Tak lelah, dan tak henti-hentinya ku meminta kepada sang surya agar tidak datang terlalu cepat, karna nanti tak bisa lagi ku rasakan kehadiranmu dalam tidur malamku.

Bulan, tolong sampaikanlah rinduku yang teramat kepada manusia yang sekarang ini sedang engkau peluk dalam dekapmu. Aku selalu menanti kehadiran sosoknya dalam bentuk bayanganpun tak apa, aku selalu menanti dan akan terus menanti. Dan sebagaimana nantinya, jika hari itu akan tiba biarkanlah ia lebih lama bersama-sama denganku.

Kau sudah terlalu banyak menghabiskan waktu dengannya, rembulan. Maka dari itu, tolong sekali ini izinkan-lah ia berada disisiku dalam jangka waktu yang lama.

Lalu bulan terbenam, saatnya ucapkan selamat tinggal; Selamat tinggal angin malam dan dinginnya langit malam. Waktunya untuk memulai kehidupan, janganlah khawatir akan terang yang akan mendatang. Aku akan tetap berada disisimu, hingga bulan datang lagi menjemput.

Teruntuk yang dirindu: Kokonoi Hajime.

Dan sedari yang merindu: Seishu Inui.

Letters.


Senandung duka cita dari diriku yang ku unjukkan kepadamu lewat secarcik kertas lusuh ini.


Halo, selamat pagi. Atau entah jam berapa sekarang disana aku tak tahu tepatnya, aku hanya mengira-ngira saja. Bagaimana kabarmu? Ku harap kau melakukan yang terbaik, aku senang kalau begitu. Sudah lama, ya kita tak bertemu sapa? Entah sudah berapa lama, aku tak bisa mendengar suara indahmu lagi. Ah... aku sangat rindu.

Disini aku melakukan semampuku, jangan Khawatir! Aku bisa melakukannya sendiri kok!!! Jangan khawatir, oke? Aku lebih baik daripada yang kamu kira.

Aku sekarang, masih suka pergi ketempat yang dahulu kau sering kunjungi. Tak berubah sama sekali loh, masih tetap sama saat terakhir kali kita datang bersama kesana. Atmosfernya malah lebih sejuk sekarang, karna sepertinya mereka menambahkan beberapa pohon tinggi untuk menghalau cahaya matahari untuk masuk.

Oh iya, Mana dan Luna sering menanyakan keberadaanmu, katanya ia rindu dan ingin sekali bertemu denganmu. Namun ku jawab, kalau kamu sedang pergi ke luar negri dan menetap permanen disana. Aku melakukannya agar dia tak lebih memaksaku mengantarkannya bertemu denganmu.

Namun aku salah, justru ia malah semakin menjadi katanya 'aku tak perduli sejauh apa Kak Taiju pergi aku ingin bertemu dengannya.' Mereka mengatakan sambil menangis jelek hahaha, andai kau bisa melihatnya sendiri. Itu sangat lucu.

Sepertinya Mana dan Luna sudah kepalang rindu denganmu, Taiju. Sama sepertiku yang setiap hari merindu dirimu, bagai punguk merindukan bulannya. Kapan ya, kira-kira kita dapat bertemu kembali?

Taiju, aku juga ingin, aku juga ingin menjadi sepertimu yang pergi tak mengharap untuk kembali.

Setiap malam ku rapalkan segala do'a agar Tuhan mau mengambil nyawaku dan mengirimkan jiwaku untuk bersemayam dengan tenang bersamamu disana, berdua.

Pernah habiskan waktuku sebentar untuk sekedar meminum obat dengan dosis yang banyak, mengharap aku bisa segera menyusulmu. Atau aku mencoba memotong urat nadiku.

Namun semua itu gagal, sepertinya Tuhan lebih memilihku untuk membiarkan diriku hidup dan terus berjalan bersama mimpiku disini. Tuhan belum mengizinkanku untuk cepat-cepat bertemu denganmu. Maafkan aku, ya?

Jikalau memang nanti sudah waktunya, aku akan dengan segera menyusulmu kesana. Apakah kamu rela untuk menungguku lebih lagi? Tanpa memandang seberapa lama lagi kita akan benar benar bertemu, bercakap dan memeluk seperti biasa? Aku harap kau bisa.

Taiju, tolong tunggu aku.

Sedari yang merindu : Mitsuya Takashi. Teruntuk yang di rindu : Taiju Shiba.


Apa ini bro?

Dua insan kota yogyakarta

An local bajifuyu au! (Remake from my old au)


Coba tanyakan pada setiap orang yang pernah tinggal di Yogyakarta selama beberapa waktu, mana kota yang paling romantis di Indonesia. Jawaban mereka pasti sama: Yogyakarta sebagai pilihan kota romantis mereka.

Begitupun dengan Chifuyu, jika dia di beri pertanyaan seputar Yogyakarta hal yang akan pertama kali terlintas di pikirannya pastilah Baji Keisuke. Karna, katanya, Baji Keisuke adalah salah satu dari sekian banyaknya fragmentasi yang di berikan oleh kota Yogyakarta kepada dirinya untuk dinikmati.

Ada sesuatu tentang Yogyakarta yang membuat Chifuyu selalu jatuh cinta dan dipenuhi nostalgia. Kota ini memang layaknya seorang kekasih yang memberikan rasa nyaman dan aman. Dan ketika mereka yang pernah mencicipi keromantisan kota Yogya harus menjejakkan kaki pergi dari kota ini, layaknya kekasih pula, Yogyakarta selalu dirindukan.

Sama seperti Chifuyu, yang selalu merindukan Baji.

Dan Baji, yang juga selalu merindukan Chifuyu.


Jl. Malioboro. Pukul 20.00 malam hari.

Baji berjalan berdampingan dengan Chifuyu, kala bibirnya kelu untuk memulai sebuah percakapan, fikirannya terlalu kosong untuk sekedar membuka pembicaraan. Padahal ia yang pertama mengajak Chifuyu pergi dengannya.

Atau ia terlalu senang karna bisa berduaan dengan sang pujaan hati, yang selalu ia damba sedari Sekolah Menengah Atas.

“Kak Baji?” Panggil Chifuyu. Baji yang sedari tadi berfikir, mengalihkan atensinya kepada Chifuyu yang kini tengah berdiri didepannya.

“Hm? Ada apa, Fuyu?” Tanyanya. Chifuyu menggeleng, lantas menimbulkan seribu pertanyaan melintas dalam kepala Bajii.

“Gapapa, aku lihat wajah kakak kurang bersemangat. Kakak sedang sakit?” Tanya Chifuyu lagi. Baji menggeleng, dan memberikan Chifuyu senyum terbaik yang dia miliki.

“Aku gapapa, mungkin karna dingin? Yogyakarta sedang dingin akhir-akhir ini.” Baji berujar. Chifuyu mendelik, memberikan tatapan penuh selidik kearah Baji yang dihadiahi tatapan tanya dari orang yang ia beri sanksi mata. Yang kemudian dibalas delikan acuh dari Chifuyu.

Lalu mereka tak bersua lagi, kembali berjalan membelah kerumunan orang di Jalan Malioboro ini. Mereka berkeliling sejenak, sebelum akhirnya memutuskan untuk pergi kesebuah angkringan yang cukup jauh dari hiruk pikuk manusia.

Mengambil tempat berhadapan, Baji dapat leluasa melihat setiap lekuk indah wajah Chifuyu tanpa takut sang empunya memergokinya. Keheningan terasa kembali, meski angkringan ini menyetel lagu sepertinya mereka lebih suka sunyi untuk satu sama lain.

Tak ada yang ingin memulai percakapan, terlalu malu.

“Kak Baji tidak suka pergi bersama Chifuyu?” Pertanyaan mengagetkan datang dari bibir cherry Chifuyu, yang membuat Baji berkedip berulang-ulang.

hah, batinnya.

“Bukan seperti itu, Chifuyu.” Ujar Baji. Chifuyu melirik Baji sebentar, sebelum akhirnya ia menundukkan kepalanya kembali.

“Lalu? Kenapa kakak tidak bersuara sedari tadi? Padahal aku ingin lebih lama mendengar suara kakak.” kalimat dibagian akhir sengaja Chifuyu kecilkan seperti berbisik, agar Baji tak dapat mendengarnya dengan jelas.

Berutung, tempat yang mereka berdua datangi ramai akan orang berbincang. Jadi, kemungkinan Bajii untuk mendengar kalimat terakhirnya sangatlah tipis.

“Hehe, aku terlalu bingung untuk memulai percakapan ini. Kau tahu, aku bukanlah seseorang yang pandai mencari topik pembicaraan. Bahkan semua temanku berkata jikalau aku adalah manusia yang tak tahu caranya bersosialisasi dengan orang,

Aku mempunyai sahabat 3 orang saja sangat bersyukur.” tutur Baji. Chifuyu yang mendengarnya tersenyum, akhirnya, ia bisa mendengarkan suara Baji lebih lama.

“Tapi menurutku ngga tuh.” tukas Chifuyu. Baji memberikan Chifuyu tatapan pertanyaan.

“Maksudnya?”

“Iya, kakak itu orangnya asik kok. Masalah mencari topik, aku suka membahas topik apa saja. Jangan khawatir kehabisan pembicaraan, aku sangat senang untuk membantu kakak tak keluar dari percakapan hehehe.” Chifuyu berucap.

Hangat.

Itulah yang Baji rasakan pada sekitaran dadanya, melihat senyum semanis madu milik Chifuyu memberikan ketenangan hati dalam dirinya.

“Terima kasih.” Ujar Baji tulus. Chifuyu mengembangkan senyumnya menjadi cengir kemudian mengangguk tanda ia menjawab pernyataan terima kasih Baji.

Percakapan mereka terputus sementara karna pesanan mereka datang. Mereka menikmati waktu berdua, tanpa takut ada yang mengusik.


Rumah Chifuyu Pukul 22.00 malam.

“Kak Baji, terima kasih atas waktunya selama 3 jam ini. Aku sangat menikmatinya.” Tutur Chifuyu. Baji mengangguk, dan mengusak surai kecoklatan dari yang muda.

“Sama-sama, sudah sana masuk. Hari semakin malam, berada diluar terlalu lama akan membuatmu masuk angin.” Baji berujar. Chifuyu mengangguk, kemudian berpamitan.

“Kalau gitu, aku izin masuk dulu ya. Selamat malam kak Baji!.” Pamit Chifuyu. Baji tak langsung menjawab, ia masih bergeming. Masih sibuk dengan segala pikirannya.

Apakah aku harus menyatakannya sekarang? Atau tidak? Tapi, kata orang tak baik menunda-nunda. Baiklah, aku akan menyatakannya sekarang, batin Baji menggebu.

“Em Chifuyu?.” Panggil Baji. Chifuyu yang tadinya ingin membuka pagar rumahnya berbalik, kemudian menjawab panggilan Baji.

“Ya? Kak?.” Tanya Shirabu.

“Errr... Baji suka sama Chifuyu.” pernyataan lantang keluar dengan lancar dari mulut Baji. Yang membuat Chifuyu terkejut, dan senang di saat bersamaan.

“Kakak... suka Chifuyu?.” Tanya Chifuyu tak percaya. Baji mengagguk dengan yakin.

“Chifuyu juga suka kakak.” ujar Chifuyu malu. Baji tak berkutik, rasanya ia ingin berteriak kegirangan karna cintanya tak bertepuk sebelah tangan.

“Kamu... serius?”

Chifuyu mengangguk.

“Mamaaaa.”

“AHAHAHAHA.”

Malam itu, adalah malam yang sangat sangat berharga bagi keduanya. Siapa sangka pernyataan cinta mendadak dari Baji, membuahkan hasil yang sangat jauh dari ekspektasi awal Baji.


Pun Yogyakarta layaknya seorang kekasih, kota ini selalu mengingatkan kita bahwa ‘rumah’ tidak melulu tentang tempat, seringkali ‘rumah’ adalah tentang perasaan. Perasaan terhadap seseorang, terserah perasaan macam apa. Setiap orang mempunyai pandangan tersendiri tentang sebuah perasaan bukan?

Mereka juga, bisa menjadi 'rumah' berpulang, ketika kita lelah, membutuhkan segala yang kita butuhkan.

Remang cahaya Yogyakarta, suasananya yang santai, syahdunya perbincangan tengah malam di lesehan pinggir jalan, dan senyum ramah yang menyapa di setiap sudut jalan. Ah, Tuhan pasti sedang senang saat membuat kota Yogyakarta.

“Mungkin benar kata Joko Pinurbo, Yogyakarta terbuat dari rindu, pulang, angkringan dan juga Baji Keisuke.” ㅡChifuyu Matsuno.