Elegi

Sepasang bola mata menatap narnar kepada tubuh yang dingin dalam dekapnya, pancar sinar yang biasa tertangkap pada netranya meredup, tidak ada tanda-tanda kehidupan disana.

Kosong dan tak punya arah tujuan.

Hatinya seperti teriris namun matanya tak bisa menangis, gambaran beberapa menit lalu terlintas dibenaknya, dimana ia masih memeluk tubuh orang terkasihnya tertawa dan bahkan mengucapkan kata cinta kepada satu sama lain, mereka bahkan masih sempat menghitung bintang yang nampak pada langit malam itu.

“Hari ini bulan dan bintang nampak lebih terang bukan, Xiao?” Albedo bertanya dengan suara yang amat pelan. Xiao, pria yang sedang mengelus rambut pria yang sedang ia peluk mengangguk setuju.

“Ya, sangat indah Albedo. Andai saja esok kita bisa melihat ini lagi, ya. Pasti sangat menyenangkan.” Katanya. Albedo tertawa pelan, kemudian mengeratkan pelukannya kepada Xiao.

“Aku rasa itu akan menjadi waktu yang sangat berharga jika kejadian ini, bisa terulang kembali,” Albedo mengambil nafas dalam sebelum melanjutkan ucapannya “Xiao, why does the end of the world look so beautiful?”

Xiao bungkam, bingung ingin menjawab apa, jika ia menjawab lelakinya dia takut kalau air matanya sewaktu-waktu akan turun dengan deras.

“Xiao, mereka berdua tahu kapan itu berakhir di nebula berbintang yang menelan mereka. Before that happens, I just want to say that I love you, always.” Sesaat Albedo berkata demikian, nafasnya berhenti. Xiao sudah tidak bisa mendengar detak jantung Albedo yang menjadi candunya disetiap ingin tertidur dimalam hari.

Xiao menangis dalam diam, bingung ingin melakukan apa. Atau lebih tepatnya berbuat apa pada jasad sang kekasih yang ada dipelukannya. Ia tak mau menyerahkan tubuh kekasihnya ke rumah sakit, lalu mereka akan mengubur Albedo di tanah. Tidak, tidak, ia tidak mau.

End:)

Aku menemukan bagian terbaik dari sesuatu, meninggalkanmu dengan cincin yang pernah kau berikan, tak ada lagi benda kecil indah itu lagi tersemat dijariku.

Meninggalkan semuanya bersama kenangan pernah kita buat, ntah aku tak sedih sama sekali, karna untuk apa aku sedih? Kau perduli denganku saja tidak. Menjauh darimu memanglah keputusan yang tepat, setelah berkali-kali hati ini kau patahkan dengan seenak hati, tanpa memikirkan bagaimana rasanya diinjak-injak sampai mati.

Hatiku kini keras, sekeras batu, tak ada lagi kurasa hangat membara dari penunjang kelangsungan hidupku ini. Semuanya terasa beku, bagaikan mati disiram air dingin.

Kau di sana tertawa sendiri menari riang tak henti, seakan merayakan kebebasan tak berarti. Sudah berapa triwulan kau berdendang sendiri? Mati ragamu tak pernah terjamah manusia.

Aku selalu mengejarmu untuk kembali, tapi kau malah asyik bernyanyi sembari melenggokkan tubuhmu. Teriakanku seperti angin lalu ditelingamu.

Selamat ulang tahun untuk yang terkasih, Zhongli.

Hari ini pukul 00.00 tanggal 31 Desember 2021 telah bertambah 1 tahun umurmu, kamu berbahagia sekarang diumur-mu yang tak lagi terbilang muda. Panjang umur, sehat selalu sayangku.

Aku ingin mengucapkan terima kasih, mungkin kau sudah lelah mendengarkan ucapan terima kasih yang terlontar dari buah bibirku, kali ini izinkan-lah aku membubuhkan tanda terima kasihku lewat sepucuk surat yang ku tulis untukmu.

Terima kasih karna kau sudah melewati banyak hal yang selalu tak terduga disetiap harinya, melewati kesakitan ditiap pergantian tahun, bahkan menghirup udara saja kau bahkan terlihat sesak. Tak apa, itu tandanya kau seorang manusia biasa meski aku tahu, kamu adalah makhluk imortal.

Rasa sakitmu, beban berat yang harus kau pikul beribu-ribu tahun, akhirnya terangkat saat kau memutuskan untuk pensiun menjadi archon. Tapi raut sedih akan kehilangan orang-orang yang kau kasihi terpampang jelas, oh andaikan saja ku bisa menghapus jejak air wajahmu yang suram itu.

Jangan khawatir, aku tahu bahwa ada masanya semua kegundahanmu itu terangkat, dan segala sedihmu dihapusnya. Em, bukan sekarang mungkin nanti?

Aku terkagum-kagum atas usahamu yang tak kenal lelah, kini kau bisa beristirahat dan menjalani kehidupan yang normal.

Maaf jika surat ini terkesan aneh dan tidak seperti yang kau harapkan.

Sekali lagi, aku ingin mengucapkan Selamat Ulang tahun Zhongli.

My beloved one. The one and only.

—————————————-‐——-

Daun yang jatuh tak pernah membenci angin.

Ayathoma au.

Tags: major chara death , bxb.


Pada waktu musim gugur, banyak dedaunan yang melayang pergi lepas sedari dahan pohon, mereka melenggak-lenggok mengikuti arah angin yang entah kemana membawa mereka pergi. Sama seperti engkau yang pada hari itu juga meninggalkan ku pergi, padahal diriku selalu menunggumu pulang dengan doa yang tiada henti. Aku sempat berpikir engkau meninggalkanku karena kau tak sayang lagi padaku, nyatanya aku salah. Tetapi, karna Tuhanlah yang lebih sayang padamu sehingga ia mengambil hambanya dari sisiku untuk di tempatkan disisi kanannya. Kau beruntung sekali, ya?

Sewaktu-waktu datanglah berkunjung kesini, ceritakanlah padaku bagaimana rasanya berada di tempat yang sangat indah. Aku akan selalu menunggumu disini kau tahu? Akan dengan sabarnya aku menghitung waktu demi waktu, bulan demi bulan, tahun demi tahun agar aku bisa mendengar engkau bercerita dengan riang lagi seperti yang lalu-lalu. Ah, dunia ini rasanya hampa karena tiadanya kau disini, Thoma. Tapi aku juga tak bisa meninggalkan semua ini bukan? Kenangan yang kau tinggalkan di dunia ini masih sangat membekas dibenakku.

Tidak, aku tidak menyalahkan semua takdir yang telah menggariskan cerita pilu kepada kita. Karena daun yang jatuh, bahkan tak pernah membenci sang angin yang telah menerbangkan dan membawanya pergi dari hangatnya pelukan ranting. Aku ingin seperti daun, yang selalu bertahan untuk memaafkan sekitar hingga akhirnya mengering sendiri. Kalau bisa aku juga ingin seperti sang pohon, yang bisa melepas kepergian sang daun dengan lapang dada. Meskipun ia tau bahwa itu adalah waktu dimana daun-daun itu harus berguguran, ia tetap tak membenci siapapun bahkan dirinya sendiri.

jadi, berbahagialan di sana, maka aku akan berbahagia juga.

—Ayato.

Surat kecil Dice.

Dice Arisugawa and Otome Tohoten as Mom and Son.

Tw and cw : dice masih umur 6 tahun , Major Chara Death , Bullying , harshword , and many more.

Halo, kakak-kakak! Kenalin nama aku Dice! Aku itu sayang banget sama Mama Otome, karna dia satu-satunya yang Dice punya sekarang, hihi. Meski mama itu galak banget, suka marahin Dice kalo Dice males tapi mama cantik banget, pantesan banyak yang mau deket-deket sama mama. Eh tapi aku ga bolehin, sih, karna mama itu hanya punya Dice!!!

Aku suka banget main masak-masakan sama mama, main robot, main puzzle, main petak umpet dan yang lainnya. Aku seneng banget! Seru meskipun hanya berdua aja sama mama. Tapi aku kadang bingung, setiap di sekolah aku diledekin temen-temenku, katanya aku ini anak haram, mamaku juga dikatai lonte... emang itu apasih kak, artinya?

Setiap Dice cerita ke mama, mama selalu bilang sama Dice buat jangan dipikirin omongan-omongan orang yang bilang gitu ke Dice, hehe jadinya Dice acuhin deh. Tapi kadang Dice sedih, setiap temen kelas Dice samperin untuk main bareng mereka selalu ngehindar dan bilang mereka gak mau main sama aku, katanya aku gak cocok main sama mereka..

Itu kenapa sih, padahal aku gak pernah buat mereka kesal ataupun isengin mereka.. aku bingung, aku juga mau punya banyak sahabat seperti teman-teman di SD aku, tapi setiap aku deketin mereka kabur. Hiks.

Aku kadang pulang sekolah suka nangis sendiri dikamar, biar gak ketahuan mama. Aku takut mama malah kepikiran soal aku, jadinya aku nangisnya ngumpet-ngumpet deh, hihi ini rahasia kita ya.

Oh iya, aku mau cerita lagi hihi, aku suka masakan mama! Mama masaknya jago banget, Dice paling suka pas dimasakin ayam mentega hmmmm enak! Itu kesukaan Dice, loh! Kapan-kapan kalau mama bikin bakal ku kasih juga ke kaka-kaka!!!! Kaka-kaka harus coba masakan mamanya Dice!!! Juara!!!

Tapi, apa bisa Dice makan masakan mama lagi ya kak? Soalnya katanya mama gak bakal kembali lagi, kemarin banyak yang datang kerumah Dice banyak banget, sambil nangis. Dice diumpetin di kamar, nggak boleh keluar... besoknya Dice baru bisa keluar, pas Dice lihat nggak ada mama adanya cuman Paman Rei dan Kak Jakurai. Dice udah cari keseluruh rumah, tapi mama gak ketemu kakak mau bantuin Dice cari nggak?

Tapi katanya Paman Rei, mama udah pergi jauh gak bakal kesini-sini lagi. Tapi kok mama jahat ya, kak? Masa nggak ajak-ajak Dice pergi! Dice-kan juga ingin pergi melihat dunia luar. Pas Dice tanya lagi kenapa Dice ngga diajak, katanya belum saatnya Dice ikut mama. Ini semua kenapa ya kok Dice nggak dibolehin ini itu, Dice sebel!!! Sebel!!!

Wah udah banyak juga Dice nulisnya, Dice juga udah mulai capek nih, Dice udahin dulu ya. Dadah kaka-kaka!!!

Ditulis oleh: Dice 09 Januari 20xxx

Sajak kecil tentang cinta.

Xiaoyun au. ———‐—————————————

Wajahnya semangat–tak terlalu terlihat, namun cukup menggambarkan bahwa ia tengah berbahagia. Xiao mengulum senyum, tatkala sepasang tangan menyentuh jemarinya perlahan membawanya dalam kebahagiaan yang sebenarnya sulit untuk ia utarakan.

Tak sadar Xiao mengeratkan pegangan tangannya, seakan enggan melepaskan Chongyun begitu saja; padahal Chongyun juga tidak mau kali berpaling dari Xiao, bagi Chongyun, Xiao itu hanyalah satu yang ia akan tetap miliki dalam sanubarinya.

“Hei, Xiao. Bisakah kau kendurkan sedikit genggamanmu? Tanganku sakit tahu!” Protesnya. Tetapi lelaki bersurai hitam-hijau itu tak menggubrisnya, membuat Chongyun menjadi kesal.

“Aku tidak mau, nanti kau diambil oleh orang.” Jelas Xiao. Saat mendengarnya Chongyun membuat wajah seperti Apakah kau bercanda?, lelakinya ini sangatlah aneh.

Ya.. setidaknya dimata Chongyun saja, sih.

Mereka menyusuri taman yang tumben sekali hari ini terasa sepi, tak terlalu banyak orang, namun sangat tenang. Biasanya berisik oleh anak-anak kecil yang bermain dan berteriak.

“Chongyun, aku ingin membeli eskrim disana, apakah kau mau?” Tanya Xiao. Chongyun mengangguk keras, oh ia sangat suka sekali eskrim.

“Baiklah, kau tunggu saja di bangku sana, aku akan segera kembali.” Ujar Xiao sembari menunjuk letak bangku yang tak terlalu jauh dari ke2nya berdiri. Chongyun menuruti apa kata Xiao dan bergegas menuju bangku tersebut.

Tak berselang lama, Xiao datang dengan 2 eskrim di tangannya. Ia menyerahkan eskrim mint choco ke Chongyun, sedangkan dirinya memakan eskrim rasa cheese cake.

“Terima kasih, sayang.” Kata Chongyun yang dihadiahi kecupan singkat dipipi kirinya.

“Omong-omong, tadi malam aku baru selesai membaca buku kumpulan puisinya Pak Sapardi.” Chongyun akhirnya memecah keheningan yang diakibatkan oleh mereka karna sibuk sekali dengan eskrim masing-masing.

“Hmm, lalu?”

“Aku ketemu satu puisi yang sangat indah.” Katanya. Xiao tertarik untuk mendengarnya.

“Oh ya? Apakah kau masih ingat isinya?” Tanya Xiao. Chongyun mengangguk semangat.

“Begini katanya 'mencintai angin harus menjadi siut, mencintai air harus menjadi ricik, mencintai gunung harus menjadi terjal, mencintai api harus menjadi jilat; mencintai cakrawala harus menebas jarak, mencintai-Mu harus menjelma aku.” Tungkasnya.

“Sajak yang indah, sama seperti yang baru saja selesai membacanya.” Kata Xiao. Pipi Chongyun perlahan berubah menjadi merah, semerah buah ceri.

Xiao dibuat tertawa karnanya, ia membawa Chongyun kedalam dekapannya, menciumi seluruh permukaan wajahnya dan terakhir bibirnya yang lembut.

“Aku mencintaimu, aku takkan lelah mengatakan ini padamu, aku sangat beruntung memilikimu.” Ujar Xiao.

“Hn, aku juga, terima kasih karna kau selalu menerima lebih dan kurangku.”

Akhirnya taman itu menjadi saksi bisu dimana ia bisa melihat sepasang anak manusia yang saling berbagi kelemahan masing masing, dan menyatukannya menjadi kekuatan asing.

“Dalam doaku pagi ini, aku memohon kepada Tuhanku agar kita selalu menjadi satu, tak terpisak jarak dan waktu, menjadi 1 tulang rusuk dan selalu mencintaimu dalam abadi.” Luloveletta, Jakarta 2021.

PAGI.

Zhongxiao au


Ketika angin pagi tiba seketika tak ada di mana saja. Di mana saja bayang-bayang gema cinta kita yang semalam sibuk menerka-nerka.

Di antara meja, kursi, dan jendela? Kamar berkabur setiap malam kita berada, jam jam terdiam, sampai kita ghaib begitu saja.

Ketika angin pagi tiba tak terdengar, “di mana kita?” Masing-masing mulai kembali berkelana cinta yang menyusur jejak Cinta yang pada kita tak habis-habisnya menerka.


wosh

Xiao terbangun ketika didapat wajahnya tersapu angin dingin, perlahan ia mendudukan dirinya di kasur menatap kosong pakaian yang sekarang berada didekapannya. Ah baju ini, Xiao semakin mengeratkan dekapannya, bau Zhongli ia suka itu.

Tiba tiba Xiao teringat tatto berbentuk ikan Hiu yang berada di punggung sebelah kirinya, bukan karna ia tak mempunyai hewan lain untuk digambar, tapi karna Ikan Hiu memiliki filosofinya tersendiri untuk Xiao.

“Hei, Zhongli, ingatkah kau saat aku mendapatkan tatto Hiu pada punggungku? Kau mengatakan bahwa mengapa harus Hiu? Seperti tidak mempunyai hewan lain saja.” Kata Xiao. Ia mengambil nafas sebentar sebelum melanjutkan pembicaraannya.

“Kau tau? Aku mengambil gambar Tatto Hiu karna aku teringat ucapanmu, jika suatu saat nanti kau mati, kamu akan kembali sebagai hiu, so i can swim everyday in the ocean looking for you. I miss you.” Air matanya perlahan turun membahasi pipinya. Hatinya begitu kelu, ia merindukan lelakinya.

Surat dariku, untuk dirimu yang bertambah umur tepat pada hari ini.

Sano Majiro, atau kau yang sering menyebut dirimu dengan nama Mikey, hei, hari ini bertambah usiamu bukan? Hari ini engkau menginjak umur 30 tahun, tak terasa kau sudah begitu dewasa, padahal dahulu kau masih harus memakan kids meal dengan bendera di atasnya, memakan taiyaki kesukaanmu, dan lain halnya.

Mikey kau adalah manusia kuat, kau tahu? Dibelakangmu terdapat puluhan manusia yang selalu mendukungmu, kau ingat? Masih ada Draken, Baji, Mitsuya, Kawata bersaudara, Kazutora, dan yang paling terpenting adalah Takemichi.

Aku sangat berterima kasih engkau sudah mau tumbuh sebagai manusia tangguh, terima kasih juga karna engkau telah menjadi manusia yang hebat, aku sangat senang sekali akan hal itu.

Hm, aku tak pandai merangkai kata, kalimat atau frasa tapi aku ingin mengucapkan ini untuk yang kedua kalinya.

Selamat ulang tahun untukmu Mikey, selamat bertambah umurmu, sehat ragamu dan jiwamu agar kelak engkau mendapat kebahagiaan yang kau cari meski aku tahu, duniamu telah direnggut paksa darimu, kau banyak kehilangan orang yang kamu kasihi, menderita sendirian, menahan sakit yang kamu tahan berpuluh-puluh tahun lamanya, kau terlalu banyak mengatakan tidak apa-apa padahal dirimu dan jiwamu sedang tidak apa-apa.

Kau terlalu mementingkan kepentingan orang lain dibandingkan dengan dirimu, sungguh kau ini adalah manusia paling aneh yang pernah ku temui. Kau terlalu kasihan terhadap orang sehingga dirimu tak pernah kau fikirkan, ah sudahlah, aku sekarang hanya bisa mendoakan yang terbaik untukmu. Bahagialah selalu matahariku, kau tak pantas terlalu larut dalam kesedihan.

Sekali lagi, selamat ulang tahun.

Terima kasih, dan maaf karna telah harus melihatmu patah. Ku harap kau dapat segera bertumbuh, meski tak sesempurna dahulu.

Dariku, yang selalu mendo'akan-mu.

Surat dariku, untuk dirimu yang bertambah umur tepat pada hari ini.

Sano Majiro, atau kau yang sering menyebut dirimu dengan nama Mikey, hei, hari ini bertambah usiamu bukan? Hari ini engkau menginjak umur 30 tahun, tak terasa kau sudah begitu dewasa, padahal dahulu kau masih harus memakan kids meal dengan bendera di atasnya, memakan taiyaki kesukaanmu, dan lain halnya.

Mikey kau adalah manusia kuat, kau tahu? Dibelakangmu terdapat puluhan manusia yang selalu mendukungmu, kau ingat? Masih ada Draken, Baji, Mitsuya, Kawata bersaudara, Kazutora, dan yang paling terpenting adalah Takemichi.

Hm, aku tak pandai merangkai kata, kalimat atau frasa tapi aku ingin mengucapkan ini untuk yang kedua kalinya.

Selamat ulang tahun untukmu Mikey, selamat bertambah umurmu, sehat ragamu dan jiwamu agar kelak engkau mendapat kebahagiaan yang kau cari meski aku tahu, duniamu telah direnggut paksa darimu, kau banyak kehilangan orang yang kamu kasihi, menderita sendirian, menahan sakit yang kamu tahan berpuluh-puluh tahun lamanya, kau terlalu banyak mengatakan tidak apa-apa padahal dirimu dan jiwamu sedang tidak apa-apa.

Kau terlalu mementingkan kepentingan orang lain dibandingkan dengan dirimu, sungguh kau ini adalah manusia paling aneh yang pernah ku temui. Kau terlalu kasihan terhadap orang sehingga dirimu tak pernah kau fikirkan, ah sudahlah, aku sekarang hanya bisa mendoakan yang terbaik untukmu. Bahagialah selalu matahariku, kau tak pantas terlalu larut dalam kesedihan.

Sekali lagi, selamat ulang tahun.

Terima kasih, dan maaf karna telah harus melihatmu patah. Ku harap kau dapat segera bertumbuh, meski tak sesempurna dahulu.

Dariku, yang selalu mendo'akan-mu.

Confession

An Kokonui au.


Teruntuk pria yang gemar duduk-duduk di balkon rumah, dengan secangkir teh hangat ditangan, menghirup udara segar setiap pagi. Aku ingin mengatakan jika aku jatuh cinta padamu.

—Kokonoi Hajime

Teruntuk pria yang gemar bermain hujan kala sore hari, dengan payung yang ditinggalkan begitu saja di aspal jalan, berlarian tanpa takut sakit. Aku ingin mengatakan jikalau aku juga jatuh cinta kepadamu.

—Inui Seishu


Keduanya tergelak dikamar masing-masing, menatap secarcik kertas pemberian dari orang yang dikasihi dengan perasaan gembira.

Entah memang mereka memiliki ikatan batin yang cukup kuat, atau memang mereka merencanakan ini sebelumnya. Kedua insan manusia tampak keluar dari kamar mereka dan duduk manis di balkon kamar masing-masing.

Bertegur sapa hangat, kala swastamita terbenam dari arah barat, berganti dengan rembulan yang mengintip malu sebagai gantinya.

Langit memancarkan semburat berwarna orange yang indah, angin sore berhembus menggelitik surai keduanya. Hari ini tampaknya kedua insan yang sedang dimabuk cinta ini tak mau mengutarakan perasaannya, mereka merasa seperti pecundang yang hanya berani bermuka tebal pada sebuah coretan disecarcik kertas.

“Hai.” Sebuah sapa canggung terucap dari bibir seorang Seishu Inui. Yang disebrang pun tak ingin kehilangan momentumnya, disapa lah kembali sang pencuri hatinya.

“Hai juga, bagaimana kabarmu?”

Setelah menanyakan hal tersebut, Koko mengutuk dirinya sendiri, sangat kuno batinnya.

“HAHA pertanyaan kuno, tak apa aku suka. Aku baik kok, how about you?” Tanya Inui.

I'm doing fine, thanks.

Setelah percakapan singkat itu, keduanya tak lagi saling berbicara, mereka lebih memilih bungkam membiarkan kesunyian, dan suara burung-burung yang mengambil alih semuanya.

“Inupi.” Panggil Koko. Inui yang mendengar namanya dipanggil oleh Koko segera menoleh, melemparkan tatap penuh tanya kepada si surai berwarna gelap.

“Ya? Kenapa, Ko?” Tanyanya. Koko gugup, ia ingin sekali mengutarakan perasaannya lebih jauh, ia sudah berlatih siang dan malam hanya demi hari yang ia tunggu akan datang. Namun, ia sangat sebal kenapa gugupnya harus datang disaat tak tepat.

Inui bersabar menunggu Koko yang sepertinya ingin berbicara sesuatu itu, diulam jemarinya yang lentik dan