Confession

An Kokonui au.


Teruntuk pria yang gemar duduk-duduk di balkon rumah, dengan secangkir teh hangat ditangan, menghirup udara segar setiap pagi. Aku ingin mengatakan jika aku jatuh cinta padamu.

—Kokonoi Hajime

Teruntuk pria yang gemar bermain hujan kala sore hari, dengan payung yang ditinggalkan begitu saja di aspal jalan, berlarian tanpa takut sakit. Aku ingin mengatakan jikalau aku juga jatuh cinta kepadamu.

—Inui Seishu


Keduanya tergelak dikamar masing-masing, menatap secarcik kertas pemberian dari orang yang dikasihi dengan perasaan gembira.

Entah memang mereka memiliki ikatan batin yang cukup kuat, atau memang mereka merencanakan ini sebelumnya. Kedua insan manusia tampak keluar dari kamar mereka dan duduk manis di balkon kamar masing-masing.

Bertegur sapa hangat, kala swastamita terbenam dari arah barat, berganti dengan rembulan yang mengintip malu sebagai gantinya.

Langit memancarkan semburat berwarna orange yang indah, angin sore berhembus menggelitik surai keduanya. Hari ini tampaknya kedua insan yang sedang dimabuk cinta ini tak mau mengutarakan perasaannya, mereka merasa seperti pecundang yang hanya berani bermuka tebal pada sebuah coretan disecarcik kertas.

“Hai.” Sebuah sapa canggung terucap dari bibir seorang Seishu Inui. Yang disebrang pun tak ingin kehilangan momentumnya, disapa lah kembali sang pencuri hatinya.

“Hai juga, bagaimana kabarmu?”

Setelah menanyakan hal tersebut, Koko mengutuk dirinya sendiri, sangat kuno batinnya.

“HAHA pertanyaan kuno, tak apa aku suka. Aku baik kok, how about you?” Tanya Inui.

I'm doing fine, thanks.

Setelah percakapan singkat itu, keduanya tak lagi saling berbicara, mereka lebih memilih bungkam membiarkan kesunyian, dan suara burung-burung yang mengambil alih semuanya.

“Inupi.” Panggil Koko. Inui yang mendengar namanya dipanggil oleh Koko segera menoleh, melemparkan tatap penuh tanya kepada si surai berwarna gelap.

“Ya? Kenapa, Ko?” Tanyanya. Koko gugup, ia ingin sekali mengutarakan perasaannya lebih jauh, ia sudah berlatih siang dan malam hanya demi hari yang ia tunggu akan datang. Namun, ia sangat sebal kenapa gugupnya harus datang disaat tak tepat.

Inui bersabar menunggu Koko yang sepertinya ingin berbicara sesuatu itu, diulam jemarinya yang lentik dan