Sajak kecil tentang cinta.

Xiaoyun au. ———‐—————————————

Wajahnya semangat–tak terlalu terlihat, namun cukup menggambarkan bahwa ia tengah berbahagia. Xiao mengulum senyum, tatkala sepasang tangan menyentuh jemarinya perlahan membawanya dalam kebahagiaan yang sebenarnya sulit untuk ia utarakan.

Tak sadar Xiao mengeratkan pegangan tangannya, seakan enggan melepaskan Chongyun begitu saja; padahal Chongyun juga tidak mau kali berpaling dari Xiao, bagi Chongyun, Xiao itu hanyalah satu yang ia akan tetap miliki dalam sanubarinya.

“Hei, Xiao. Bisakah kau kendurkan sedikit genggamanmu? Tanganku sakit tahu!” Protesnya. Tetapi lelaki bersurai hitam-hijau itu tak menggubrisnya, membuat Chongyun menjadi kesal.

“Aku tidak mau, nanti kau diambil oleh orang.” Jelas Xiao. Saat mendengarnya Chongyun membuat wajah seperti Apakah kau bercanda?, lelakinya ini sangatlah aneh.

Ya.. setidaknya dimata Chongyun saja, sih.

Mereka menyusuri taman yang tumben sekali hari ini terasa sepi, tak terlalu banyak orang, namun sangat tenang. Biasanya berisik oleh anak-anak kecil yang bermain dan berteriak.

“Chongyun, aku ingin membeli eskrim disana, apakah kau mau?” Tanya Xiao. Chongyun mengangguk keras, oh ia sangat suka sekali eskrim.

“Baiklah, kau tunggu saja di bangku sana, aku akan segera kembali.” Ujar Xiao sembari menunjuk letak bangku yang tak terlalu jauh dari ke2nya berdiri. Chongyun menuruti apa kata Xiao dan bergegas menuju bangku tersebut.

Tak berselang lama, Xiao datang dengan 2 eskrim di tangannya. Ia menyerahkan eskrim mint choco ke Chongyun, sedangkan dirinya memakan eskrim rasa cheese cake.

“Terima kasih, sayang.” Kata Chongyun yang dihadiahi kecupan singkat dipipi kirinya.

“Omong-omong, tadi malam aku baru selesai membaca buku kumpulan puisinya Pak Sapardi.” Chongyun akhirnya memecah keheningan yang diakibatkan oleh mereka karna sibuk sekali dengan eskrim masing-masing.

“Hmm, lalu?”

“Aku ketemu satu puisi yang sangat indah.” Katanya. Xiao tertarik untuk mendengarnya.

“Oh ya? Apakah kau masih ingat isinya?” Tanya Xiao. Chongyun mengangguk semangat.

“Begini katanya 'mencintai angin harus menjadi siut, mencintai air harus menjadi ricik, mencintai gunung harus menjadi terjal, mencintai api harus menjadi jilat; mencintai cakrawala harus menebas jarak, mencintai-Mu harus menjelma aku.” Tungkasnya.

“Sajak yang indah, sama seperti yang baru saja selesai membacanya.” Kata Xiao. Pipi Chongyun perlahan berubah menjadi merah, semerah buah ceri.

Xiao dibuat tertawa karnanya, ia membawa Chongyun kedalam dekapannya, menciumi seluruh permukaan wajahnya dan terakhir bibirnya yang lembut.

“Aku mencintaimu, aku takkan lelah mengatakan ini padamu, aku sangat beruntung memilikimu.” Ujar Xiao.

“Hn, aku juga, terima kasih karna kau selalu menerima lebih dan kurangku.”

Akhirnya taman itu menjadi saksi bisu dimana ia bisa melihat sepasang anak manusia yang saling berbagi kelemahan masing masing, dan menyatukannya menjadi kekuatan asing.

“Dalam doaku pagi ini, aku memohon kepada Tuhanku agar kita selalu menjadi satu, tak terpisak jarak dan waktu, menjadi 1 tulang rusuk dan selalu mencintaimu dalam abadi.” Luloveletta, Jakarta 2021.