Letters.
Hari itu pada bulan ke-12 tepat dimana salju pertama turun, disitu juga aku kehilangan dirimu. Semenjak kepergianmu yang terlalu mendadak, aku selalu berjalan bersama dengan bayang hitam nan kasar, berjalan menyusuri kaki-kaki cakrawala sampai aku tidak tahu lagi apa tujuanku, dan apa yang harus aku cari.
Selalu ku gapai apa yang terlintas didepanku, namun selalu tak cukup bagiku. Kala sinar matahari padam, berganti dengan redupnya sinar rembulan yang terlalu lemah, namun masih sanggup untuk hanya sekedar menerangi sisi gelapnya dunia.
Ragaku selalu terjaga setiap malam, berharap angin datang membawa surat kerinduan dari alam. Tak lelah, dan tak henti-hentinya ku meminta kepada sang surya agar tidak datang terlalu cepat, karna nanti tak bisa lagi ku rasakan kehadiranmu dalam tidur malamku.
Bulan, tolong sampaikanlah rinduku yang teramat kepada manusia yang sekarang ini sedang engkau peluk dalam dekapmu. Aku selalu menanti kehadiran sosoknya dalam bentuk bayanganpun tak apa, aku selalu menanti dan akan terus menanti. Dan sebagaimana nantinya, jika hari itu akan tiba biarkanlah ia lebih lama bersama-sama denganku.
Kau sudah terlalu banyak menghabiskan waktu dengannya, rembulan. Maka dari itu, tolong sekali ini izinkan-lah ia berada disisiku dalam jangka waktu yang lama.
Lalu bulan terbenam, saatnya ucapkan selamat tinggal; Selamat tinggal angin malam dan dinginnya langit malam. Waktunya untuk memulai kehidupan, janganlah khawatir akan terang yang akan mendatang. Aku akan tetap berada disisimu, hingga bulan datang lagi menjemput.
Teruntuk yang dirindu: Kokonoi Hajime.
Dan sedari yang merindu: Seishu Inui.