Elegi

Rinagi married life au!

[NARATION]


Kegiatan pagi hari Nagi sama kaya ibu rumah tangga pada umumnya, dia ya nyapu, ngepel rumah, do some laundry, dan buat makan siang yg pastinya cukup untuk dirinya sendiri. Kalau sudah selesai masak, biasanya Nagi duduk di ruang tamu sambil nonton Tv. Biasanya dia nonton We Bare Bears sama kadang mantengin channel HBO, siapa tau ada Harry Potter.

Kalau sudah selesai makan siang, biasanya dia bakal ke halaman belakang, untuk nyiram tanaman. Nagi nanem banyak sekali jenis sayur sama buah, buah dan sayurnya Nagi cantik-cantik dan segar semua, memang dasarnya dia anak pertanian dulunya, jadi tau mana pupuk yang bagus mana yang engga, teknik mana yg bagus untuk tanamannya dan nggak.

Dia juga punya kebun bunga di halaman depan, loh. Nagi ini memang doyan berkebun, jadi Rin kadang suka ngasih uang belanja lebih buat Nagi, supanya dia bisa beli apa yang dibutuhin untuk tanaman dan buah-buahnya Nagi.

Kalau sudah sore Nagi sudah masuk rumah, siap-siap masak Hamburger steak pesanan Rin tadi pagi. Habis selesai masak dan nata piring di meja makan, dia langsung bergegas mandi. Soalnya biasanya Rin selalu sampai rumah beberapa menit setelah Nagi selesai masak, gak sering tapi juga gak jarang ya sesuai sama jadwal kerja Rin aja.

Dan bener, selang beberapa detik dia baru selesai pakai baju, suara mesin mobil Rin sudah terdengar memasuki pekarangan rumah mereka. Nagi buru-buru ke pintu untuk nyambut Rin.

krecak

“Hi, love.” Ucap Rin saat dia ngeliat pasangan hidupnya udah nungguin dia di depan pintu masuk. Nagi tersenyum kemudian mengecup pipi Rin sebelum mengambil tas kerja suaminya.

“Malem mas, kamu mandi gih air mandinya sudah aku siapin, habis itu baru makan malam.” Ujar Nagi. Rin mengangguk patuh kemudian berjalan kearah kamar mereka ber-dua.

Nagi sudah duluan duduk di meja makan, dia main handphone sambil nungguin suaminya, ya sembari membunuh waktu aja. Setelah Rin selesai mandi, mereka segera makan malam, setelah selesai mereka segera membereskan piring kemudian ke kamar buat tidur lh bng.


SUMPAH GAJE BGT NARASINYA WKWKWK

Sampai jadi debu. HaiKaveh Au.


Haitham, seandainya kamu tahu bahwa semua yang ada di dunia ini hanyalah suatu titipan semata, yang entah kapan harus pula Tuhan ambil kembali apa yang sudah ia titipkan di dunia ini. Aku harap, kau selalu bisa membuka lebar dan menerima dengan hati yang tulus ikhlas.

Banyak kata yang ingin 'ku sampaikan kepada langit dan hujan kala sore hari, ketika riak airnya hampir membasahi bagian bawah celanaku ketika berlari mengenakan payung, menghalau terpa air hujan yang hendak membasahi tubuhku.

Kamu masih ingat? Bagaimana kita menari dibawah hujan yang deras itu. Kamu tersenyum sangat lebar, kamu memeluk pinggangku dengan erat. Kamu mengatakan kata cinta beribu kali, kau seperti sedang membuat pengumuman gratis kepada alam dan semesta bahwa kamu-lah manusia yang paling bahagia di bumi ini.

Kau tahu, aku akan selalu ada dalam hatimu. Akan ku lawan dunia untukmu, selamanya sampai kita tua, sampai kita menjadi debu. Diliang yang satu, aku akan selalu di sampingmu.


Dialog 1; Dia yang patah dan bertumbuh dari luka.


“Manusia memang seharusnya diciptakan untuk saling bertumbuh, menoreh luka dan mengikhlaskan.”


Sudah sekitar 2 tahun Itto melepas kepergian Ayato, tapi senyum manis yang selalu bersama dengan oni merah itu tak kunjung tampak, rautnya hanya menggambarkan kedukaan dan ketidak relaan yang amat mendalam.

Selama 2 tahun itu pula, Itto selalu menunggu Ayato di dermaga berharap kasihnya akan pulang.

“Itto, ayo kita kembali ke Kamisato estate hari sudah mulai malam dan sebentar lagi turun hujan, kau tak mungkin terus berada di sini.” Ujar Thoma. Itto hanya menggeleng, menolak ajakan dari sahabat baiknya ia tidak mau kemana-mana, ia takut jika Itto meninggalkan tempatnya Ayato akan kembali dan tak sempat bertemu dengannya.

“Ayo dong to, kamu belum makan sedari pagi nanti kamu sakit lho.” Tambah Thoma.

Namun bukan Itto namanya jika egonya tidak besar, ia tetap enggan dan menolak ajakan dari Thoma. Biar saja dirinya sakit, biar saja jikalau dia mati, asalkan dia bisa bertemu dengan Ayato, fikirnya.

“Tidak, aku tidak mau, jika kamu mau kembali ke Estate silahkan saja. Yang terpenting aku tak akan pernah sekalipun melangkahkan kakiku 'tuk pergi dari dermaga ini. Karna aku sudah berjanji, aku akan terus menunggu Aniki di sini sampai ia kembali.” Kata Itto final.

Thoma kini hanya bisa membuang nafas berat, seharusnya ia tahu tabiat seorang Itto yang jika ia sudah membuat janji dengan seseorang ia tak akan pernah mengingkarinya.

“Ya sudah kalau itu mau-mu, aku akan kembali sendiri. Tapi kalau ada apa-apa jangan ragu untuk menghubungiku, ya.” Kata Thoma sebelum dirinya berbalik dan meninggalkan Itto.

“Nn..”

Kini semuanya menjadi sepi, hanya ada suara burung camar dan deburan ombak yang menemani sepinya pelabuhan di Rintou. Seluruh aktivitas sudah terhenti saat matahari sudah tak memunculkan semburat jingga di penghujung hari.

“Aniki, kapan aniki kembali. Aku sudah lelah selama 2 tahun ini aku terus menunggumu di dermaga, tapi aku tak tahu kapan kamu akan kembali. Aku sudah lelah terus menerus menghitung bintang di langit, menghitung detik demi detik, tapi aku seperti sia-sia menunggumu disini.”

Itto menghela nafas panjang, matanya kembali berkaca-kaca. Dinginnya angin malam membuatnya memeluk erat dirinya sendiri.

“Padahal niatnya aku ingin membelikanmu boba untuk menyambut kepulanganmu, aku selalu duduk menunggu di dermaga ini sambil membawa plastik kecil yg berisi minuman favoritmu itu. Tapi dihari yang aku tunggu-tunggu, aku malah mendengar bahkan bukan kepulangan, melainkan berita kehilangan dirimu.” Itto menghapus setitik air mata yang entah kapan mengalir.

“Aniki, dunia itu ternyata pahit ya? Selama ini yang aku tau hanyalah dunia itu indah, manis karna ada kehadiranmu. Tetapi, setelah kamu meninggalkanku aku jadi tahu apa arti dari dunia yang sesungguhnya. Kamu dengan janji manismu itu selalu menjadi satu-satunya alasanku bertahan di dunia ini. Lalu sekarang kamu pergi, apa yang harus aku pegang dan pertahankan lagi untuk terus hidup di dunia ini?”

Ia berdiri, melangkahkan kakinya menuju keperbatasan darat dan lautan, fikirannya penuh akan kata perintah yang mendorongnya untuk segera terjun ke laut dan dengan itu ia bisa dengan cepat bertemu dengan Ayato.


End. Huha gaje bgt pasti:(

Dialog 1; Dia yang patah dan bertumbuh dari luka.


“Manusia memang seharusnya diciptakan untuk saling bertumbuh, menoreh luka dan mengikhlaskan.”


Sudah sekitar 2 tahun Itto melepas kepergian Ayato, tapi senyum manis yang selalu bersama dengan oni merah itu tak kunjung tampak, rautnya hanya menggambarkan kedukaan dan ketidak relaan yang amat mendalam.

Selama 2 tahun itu pula, Itto selalu menunggu Ayato di dermaga, berharap kasihnya akan pulang.

“Itto, ayo kita kembali ke Kamisato estate, hari sudah mulai malam dan sebentar lagi turun hujan, kau tak mungkin terus berada di sini.” Ujar Thoma. Itto hanya menggeleng, menolak ajakan dari sahabat baiknya ia tidak mau kemana-mana, ia takut jika Itto meninggalkan tempatnya Ayato akan kembali dan tak sempat bertemu dengannya.

“Ayo dong to, kamu belum makan sedari pagi, nanti kamu sakit lho.” Tambah Thoma.

Namun bukan Itto namanya jika egonya tidak besar, ia tetap enggan dan menolak ajakan dari Thoma, biar saja dirinya sakit, biar saja jikalau dia mati, asalkan dia bisa bertemu dengan Ayato, fikirnya.

“Tidak, aku tidak mau, jika kamu mau kembali ke Estate silahkan saja. Yang terpenting aku tak akan pernah sekalipun melangkahkan kakiku 'tuk pergi dari dermaga ini. Karna aku sudah berjanji, aku akan terus menunggu Aniki di sini sampai ia kembali.” Kata Itto final.

Thoma kini hanya bisa membuang nafas berat, seharusnya ia tahu tabiat seorang Itto yang jika ia sudah membuat janji dengan seseorang, ia tak akan pernah mengingkarinya.

“Ya sudah kalau itu mau-mu, aku akan kembali sendiri. Tapi kalau ada apa-apa jangan ragu untuk menghubungiku, ya.” Kata Thoma sebelum dirinya berbalik dan meninggalkan Itto.

“Nn..”

Kini semuanya menjadi sepi, hanya ada suara burung camar dan deburan ombak yang menemani sepinya pelabuhan di Rintou. Seluruh aktivitas sudah terhenti saat matahari sudah tak memunculkan semburat jingga di penghujung hari.

“Aniki, kapan aniki kembali. Aku sudah lelah selama 2 tahun ini aku terus menunggumu di dermaga ini, tapi aku tak tahu kapan kamu akan kembali. Aku sudah lelah terus menerus menghitung bintang di langit, menghitung detik demi detik, tapi aku seperti sia-sia menunggumu disini.”

Itto menghela nafas panjang, matanya kembali berkaca-kaca. Dinginnya angin malam membuatnya memeluk erat dirinya sendiri.

“Padahal niatnya aku ingin membelikanmu boba untuk menyambut kepulanganmu, aku selalu duduk menunggu di dermaga ini sambil membawa plastik kecil yg berisi minuman favoritmu, tapi hari itu yang ku dengar bahkan bukan kepulangan, melainkan berita kehilangan dirimu.” Itto menghapus setitik air mata yang entah kapan mengalir.

“Aniki, dunia itu ternyata pahit ya? Selama ini yang aku tau hanyalah dunia itu indah, manis karna ada kehadiranmu. Tetapi, setelah kamu meninggalkanku aku jadi tahu apa arti dari dunia yang sesungguhnya. Nyatanya manusia memang diciptakan untuk saling bertumbuh, menoreh luka dan mengikhlaskan.”


End. Huha gaje bgt pasti:(

Dialog 1; Dia yang patah dan bertumbuh dari luka.


“Manusia memang seharusnya diciptakan untuk saling bertumbuh, menoreh luka dan mengikhlaskan.”


Sudah sekitar 2 tahun Itto melepas kepergian Ayato, tapi senyum manis yang selalu bersama dengan oni merah itu tak kunjung tampak, rautnya hanya menggambarkan kedukaan dan ketidak relaan yang amat mendalam.

Selama 2 tahun itu pula, Itto selalu menunggu Ayato di dermaga, berharap kasihnya akan pulang.

“Itto, ayo kita kembali ke Kamisato estate, hari sudah mulai malam dan sebentar lagi turun hujan, kau tak mungkin terus berada di sini.” Ujar Thoma. Itto hanya menggeleng, menolak ajakan dari sahabat baiknya ia tidak mau kemana-mana, ia takut jika Itto meninggalkan tempatnya Ayato akan kembali dan tak sempat bertemu dengannya.

“Ayo dong to, kamu belum makan sedari pagi, nanti kamu sakit lho.” Tambah Thoma.

Namun bukan Itto namanya jika egonya tidak besar, ia tetap enggan dan menolak ajakan dari Thoma, biar saja dirinya sakit, biar saja jikalau dia mati, asalkan dia bisa bertemu dengan Ayato, fikirnya.

“Tidak, aku tidak mau, jika kamu mau kembali ke Estate silahkan saja. Yang terpenting aku tak akan pernah sekalipun melangkahkan kakiku 'tuk pergi sedari dermaga ini. Karna aku sudah berjanji, aku akan terus menunggu Aniki di dermaga sampai ia kembali.” Kata Itto final.

Thoma kini hanya bisa membuang nafas berat, seharusnya ia tahu tabiat seorang Itto yang jika ia sudah membuat janji dengan seseorang, ia tak akan pernah mengingkarinya.

“Ya sudah kalau itu mau-mu, aku akan kembali sendiri. Tapi kalau ada apa-apa jangan ragu untuk menghubungiku, ya.” Kata Thoma sebelum dirinya berbalik dan meninggalkan Itto.

“Nn..”

Kini semuanya menjadi sepi,

Bab 1.

—Biar aku perkenalkan, dia adalah lelaki yang hatinya patah. Dari keajaiban yang ada di dunia ini. Dia adalah salah satu ciptaan paling sempurna untuk meninggalkan luka.


Di sinilah Toge, memandang lurus kedepan melihat hamparan padang rumput dengan pandangan kosong. Tangannya meremas erat liontin yang ada cincinnya itu, entahlah rasanya sangat sakit jika melihatnya lebih lama.

Tempat ini tempat pertama kali ia dan Yuuta memadu kasih, tempat ini pula yang menjadi saksi bisu bagaimana Toge merasakan patah hatinya yang pertama, karna di sini lah tempat pertama dan terakhir untuk Yuuta dan Toge. Miris memang,

I will go to you like the first snow.

AyaItto au.

Itto POV

Bulan desember tahun ini cukup berbeda dari sebelumnya, yang biasanya jalanan kota Inazuma dipenuhi oleh warga kini hanya sepi yang melanda, yah, karna sejak pandemi semua pergerakan dibatasi dan tidak boleh sembarangan keluar rumah jika tidak ada yang penting.

Namun Itto tak perduli, aku tetap menyusuri jalanan kota Inazuma demi membeli boba kesukaan Aniki, ia pasti senang jika aku membelikannya itu. Kemudian aku bergegas menuju stand boba yang dahulu sering dibeli oleh Aniki, aku memesankan brownsugar boba kesukaannya.

Setelah semuanya selesai, aku segera bergegas menuju ke kediaman Kamisato sambil bersenandung riang, hahaha hari ini belum terlalu dingin karna salju belum turun, entah kapan salju pertama itu akan turun.


Author pov

Kamisato Family Grave.

Setelah bertemu dengan Thoma, mereka segera berjalan menuju makam keluarga Kamisato, Itto memasang wajah tak sabar ketika Thoma mendorong pagarnya.

Ketika sudah terbuka, dengan tak sabar Itto masuk kemudian melesat cepat kesalah satu makam.

“Halo, Aniki, Itto hari ini datang sesuai yang Itto janjikan bulan lalu.” Ujarnya lembut. Ia mengusap batu nisan Ayato dengan lembut, sambil berjuang mempertahankan air matanya.

“Hari ini, Itto membawakan brown sugar boba untuk Aniki, dan sebucket bunga Tsubaki untuk Aniki, apakah Aniki suka?” Tanyanya. Thoma yang memperhatikan Itto sedari jauh tak kuasa menahan tangisnya.

“Aniki, hari ini Itto pergi bermain kumbang di Ritou, idenya Shinobu, tapi rasanya ada yang aneh karna Itto gak bisa lagi bermain sama Aniki,” Itto mengeluarkan sebotol air, ia kemudian menyiramkannya keatas nisan Ayato. “Itto tadi menang loh, ini adalah kemenangan Itto yang ke 20, Itto senang sekali.”

Itto bermonolog sedangkan tangannya masih dengan telaten membersihkan nisan Ayato.

“Bulan desember ini sangat berbeda dari yang sebelum sebelumnya ya, Aniki? Huh sebal sekali rasanya tidak bisa berkeliaran dengan bebas hahaha.” Tawanya. Bukan, itu bukan tawa bebas, melainkan adalah tawa sedih yang keluar dari bibir Itto.

“Aniki, maaf aku menemuimu kala salju pertama belum turun, aku sudah merindukanmu, dan akan selamanya merindukan Aniki. Hei Aniki, apakah surga nyaman hingga kau lebih memilih surga dibanding tinggal di Dunia bersamaku?” Suaranya bergetar, air matanya tak terbendung lagi.

Kecil. An chennett au.

Tags: mcd , Major Character Death , bxb .


“Bennett, my precious bunny, you're so small, i just wanna hold you like this until the world tear us appart.”


Kaki kecil itu melangkah dengan riang meski tangannya memegang sebuah tongkat kecil untuk menuntun langkahnya. Dari belakang, terdengar tawa riang seorang pria yang berjaga, takut sewaktu-waktu lelaki di depannya ini terjatuh.

“Benny hati-hati jalannya, nanti tersandung.” Ujar Childe.

Bennett —atau benny, dengan cepat memalingkan kepalanya dan tersenyum dengan cerah kearah Childe.

“Tidak kok, kan ada kamu yang berjaga di belakang hihi.”

Childe tersenyum, ia kemudian melangkahkan kakinya dengan cepat sebelum kemudian men sejajarkan dirinya dengan Bennett.

“Pelan-pelan saja, Bunny bukitnya tidak akan kemana-mana.” Tegur Childe.

“Tapi kalau tidak segera kesana, nanti banyak orang yang menduduki pohon yang sering kita datangi, aku tak mau itu kejadian!” Ujar Bennett kesal.

“Hahaha yaampun, lagipula ini malam hari Bunny, tidak akan ada yg merebutnya tenang saja.”

“Ah kau benar juga, habisnya a

Story about me and you.

Zhongchi fluff au🥳


Kepadamu sang permata hati, yang telah merebut pandang pertama kali dan jatuh hati kesekian kali, izinkan-lah aku 'tuk menulis sebuah perjalanan kisah cinta kita untukmu yang telah menerangi gelapnya hati.

Hari pertama saat aku melihatmu berdiri di barisan paling belakang saat upacara bendera, aku berbicara kepada diriku sendiri bahwa aku telah benar-benar jatuh cinta. Tak pernah aku merasakan rasa aneh di dada, saat pertama kali melihat orang. Ini pertama kalinya, aku merasakan puluhan ribu kupu-kupu menari disetiap bagian dada dan perutku.

Aku kira aku akan mati akan hal itu.

Kedua, saat aku mengetahui bahwa kita sekelas, kau mau tahu seberapa bahagianya aku ini? Aku hendak memeluk siapapun yang ku temui di jalan, aku teriak seperti orang gila di depan papan pengumuman. Mereka menatapku dengan tatapan aneh, tapi aku tak perduli, aku lebih perduli dengan bagaimana kita akan sering bertemu.

Ketiga, saat kita mulai dekat dengan satu sama lain. Saat kita kelas 11 itu adalah pertama kalinya aku mendatangi rumahmu untuk kerja kelompok, aku bertemu dengan ibumu, rupanya sama cantik denganmu. Tak heran jikalau dirimu indah dari permata di laut.

Aku gugup saat memasuki kamar tidurmu, aku dapat mencium aromamu disetiap sudut kamar ini. Rasanya aku ingin segera memberitahu dunia karna aku terlalu senang.

Keempat, pada saat hari kelulusan kita. Bisa dibilang itu adalah hari dimana aku mendapat patah hati pertamaku, ternyata selama ini kau yang selalu ku damba dalam diam ternyata mempunyai seorang kekasih. Kau membawanya saat hari pelepasan anak kelas 12, aku bingung dan sedih. Aku tak tahu harus melakukan apa, yang ku tahu hanyalah aku ingin cepat-cepat menyudahi semua ini dan berbaring di atas kasurku seharian, sambil mendengarkan lagu sedih.

Kekanakan memang.

Lalu, kita bertemu lagi 7 tahun setelah kelulusan SMA. Ternyata kita satu kantor, satu devisi pula. Aku bertanya-tanya apakah ini sebuah pertanda takdir yang nyata?

Kita tak pernah saling menyapa lagi setelah sekian lama, rasanya saat bertemu kembali itu canggung, rasa bayang sakit hatiku kala itu masih menghantuiku sampai bertahun-tahun lamanya. Yang ku kira penyembuh luka, nyatanya menjadi luka baru yang tak pernah sembuh.

Tapi suatu hari, tiba-tiba saja kau menyambangi tempat dudukku, hendak menanyakan pekerjaan yang tidak kau mengerti, aku tersentak dan perlahan menjauhkan sedikit bangkuku agar tak terlalu dekat denganmu, melihat itu air wajahmu berubah, tatapanmu seperti kecewa setengah mati.

Maafkan aku, aku memang manusia yang bodoh, aku terlalu egois sampai melukai hatimu dengan sikapku.

Berbulan-bulan kau mencoba untuk berkomunikasi denganku, aku yang tadinya sedingin es batu lama kelamaan menjadi lelehan es batu yang hangat, rasa cinta yang sudah ku pukul menjauhi hatiku perlahan muncul kembali, aku bertanya-tanya apakah kali ini aku bisa mendapatkan cinta yang ku cari selama ini?

Satu tahun kemudian aku memantapkan diriku untuk melamarmu, karna jika nanti ditunda-tunda aku takkan bisa lagi mengambilmu untuk menjadi pasangan hidupku sampai mati.

Aku ingat sekali bagaimana terkejutnya dirimu saat aku melamarmu, haha, kau tak menyangka karna aku tiba-tiba melamarmu, ya? Saat kau mengatakan kau mau menikahiku, dirimu menangis kencang sembari memelukku erat.

Aku gugup setengah mati, tanganku bergetar tak terkira ketika kau mengatakan kau ingin menikahi diriku yang bahkan pernah menyerah dengan cintanya.

Setelah kita menikah, kau menceritakan semuanya, kau menceritakan mengapa kau memacari Aether karna kau lelah menungguku untuk menembakmu. Aku sungguh minta maaf karna telah menjadi manusia paling tidak peka dengan perasaanmu, tapi kau masih mau memaafkanku.

Tapi sudahlah, itu semua hanya masa lalu, untuk yang sekarang hanya ada aku dan kamu selamanya, tiada masa lalu yang bisa memisahkan kita karna aku selalu berjanji untuk selalu mencintai dan menyayangimu dengan sepenuh hatiku sampai aku mati, sampai kita menua bersama, sampai kita tak bisa mengingat kapan terakhir kali kita saling berpegangan tangan, kapan terakhir kali kita mengucapkan selamat malam.

Childe, terima kasih karna kau sudah dengan sabar menungguku selama ini, aku selalu mencintaimu dengan seluruh ragaku, terima kasih cintaku karna sekarang kau telah menjadi rumahku untuk berpulang.

Dari aku yang selalu menyayangimu,

Zhongli.

Take myself home.

Zhongchi ficlet au.


And happiness Is right there where you lost it, If I'm gonna waste my time, then it's time to go Take myself home. ———-‐————————————-

“Aku rasa, sepertinya tidak ada yang bisa kita bicarakan lagi, Zhongli. Semua sudah jelas.”

Pria di depannya ini hanya bisa membisu ditengah ramainya taman kota malam itu, bibirnya membisu tak bisa berkata apapun.

“5 tahun, 5 tahun Zhongli, 5 tahun kau meninggalkanku tanpa kabar jelas, 5 tahun aku memendam rasa sendirian. Kau hanya menitipkan sepucuk surat dengan aksara yang sangat singkat, kau menaruhnya di nakas mejaku, sekarang setelah semua itu kau berani-beraninya datang kehadapanku meminta maaf dan membawa pulang istri serta anakmu, selama kau menghilang dari 5 tahun yang lalu? Mana harga dirimu.” Ucap Childe. Sebenarnya ia ingin sekali menaikkan volume suaranya, tetapi ia tahu diri, mereka sedang berada di tengah keramaian taman kota.

Childe ingin sekali meneriaki lelaki didepannya ini, ingin memukulnya, kalau bisa ingin membunuhnya sekarang juga. Namun, rasa cinta yang masih ia pelihara dengan baik selama 5 tahun itu menghentikannya.

Childe sebenarnya tidak pernah menaruh dendam pada pria yang lebih tua 3 tahun darinya ini. Ia tak pernah, setiap hari, setiap menit, setiap detik rasa cintanya pada Zhongli selalu bertumbuh, selalu berkembang. Tak pernah habis, rasa cintanya yang besar itu lah yang mengalahkan segala ego negatifnya, segala rasa benci dan marah yang seharusnya menemaninya 5 tahun ini, ditepis keras-keras oleh rasa cintanya.

Sekarang, apa yang bisa Childe lakukan? Tidak ada, ia hanya bisa menangis merutuki mengapa ia sama sekali tak bisa melepaskan Zhongli.

“Maaf, maaf, sungguh aku minta maaf, aku tak bermaksud.” Kata Zhongli. Childe bisa mendengar perasaan bersalah dari ucapan Zhongli.

“Kau tahu, Zhongli? Selama 5 tahun ini, aku selalu mencari keberadaanmu, aku selalu mencarimu disetiap tempat yang kita pernah datangi, aku menunggumu di situ selama berhari-hari berharap dirimu datang kembali.” Childe menjeda ucapannya, “tapi apa yang kudapatkan? Hanya segelintir debu dan daun yang terjatuh. Yang ku dapatkan hanyalah kekecewaan karna aku terlalu berharap kepada Ekspektasi, tetapi realitanya sangat berbeda.”

“Aku benci karna selama ini, aku tak pernah bisa membencimu, aku selalu mencintaimu meski kau sekarang telah bersama yang lain, rasa cintaku padamu yang membunuhku disetiap tidur malamku, cintaku yang terlalu besar untuk hatiku yang kecil ini,

Kebahagiaanku sekarang perlahan menghilang, selama 5 tahun ini aku menunggu rasanya sia-sia. Jika saja jatuh cinta itu hanyalah permainan; aku lebih memilih untuk tidak terlibat dalam permainan ini.” Ucapnya Final.

“Pergilah, terima kasih atas 5 tahun kebersamaannya, dan 5 tahun untuk kau yang meninggalkanku. Aku pamit dulu, semoga kau selalu bahagia. Anggap saja rasa itu tak pernah ada.”

Zhongli hanya bisa menatap kepergian Childe dengan senyap. Ia bersumpah kalau ia melihat setetes air mata jatuh dari pelupuk mata Childe.

“Childe, jika saja waktu bisa diulang kembali, aku ingin memilih tinggal berada bersamamu.”

Selesai:D