Si Lemah.

Ottoge / YuuToge au.


Jangan benci dirimu, pagi yang berat kasur yang erat. Menahan dirimu bersinar, berguna di mata dunia.


sayang, aku di depan.

Toge yang melihat notifikasi dari Yuuta, bergegas menuju pintu depan dengan tak sabar. Begitu pintu terbuka, si surai perak mendekap si surai gelap dengan erat, seakan tak ada hari esok yang tersisa.

Yuuta tersenyum, membalas pelukan dari sang terkasih, memberikan semangat tak tersirat dari sentuhan yang ia beri lewat tepukan menenangkan pada punggung si pemuda yang lebih mungil.

Tak ada yang bersuara. Masih berdiri di ambang pintu, keduanya terjebak dalam kesunyian yang nyaman hingga tak ada satu pun yang ingin pindah ke dalam.

Hingga...

“Toge, masuk dulu, yuk? Kita lanjut pelukannya di dalam aja.” Yuuta berujar lembut. Toge yang mendengar itu, mengangguk singkat. mengendurkan pelukannya pada Yuuta, kemudian mempersilahkan sang kekasih untuk masuk.

Setibanya di ruang tamu, keduanya kembali berdiam diri. Menunggu salah satu dari mereka memulai cakap. Hingga akhirnya Yuuta menangkap kode yang diberikan oleh Toge.

“Sini, kita lanjut lagi pelukannya.” Yuuta menepuk-nepuk space kosong disebelahnya. Toge mengangguk singkat, mendekat kemudian mendekap Yuuta lebih erat dari sebelumnya.

Lagi, Yuuta hanya bisa tersenyum maklum atas perilaku Toge. Ia tak perotes hanya mengikuti segala yang diinginkan oleh sang kekasih. Hingga beberapa saat berlalu, Yuuta merasakan bahu sebelah kirinya basah, dan diikuti dengan isak tangis tertahan yang samar memasuki pendengarannya.

“Toge, kalau mau nangis ayo nangis aja. Jangan ditahan, keluarin semua yang selama ini kamu tahan, keluarin semua beban yang kamu pikul selama ini tanpa aku tahu.

Kamu bukan orang yang lemah, kamu adalah orang terkuat yang pernah aku temui, kamu nggak pernah peduli akan opini orang, kamu selalu percaya kepada dirimu sendiri.

Tapi entah kenapa kamu hari ini, overthink lagi, padahal kamu udah ga seperti itu sejak sebulan yang lalu.” Yuuta menjeda kalimatnya. Hanya sekadar ingin mengusap punggung Toge yang kini mulai menangis lebih keras dibandingkan sebelumnya.

“Ngak papa kalau kamu merasa lemah sesekali. Karna setiap manusia punya titik kelemahannya masing-masing. Jangan selalu kau tutupi lemahmu. Kamu tau, ngga? Kamu itu sebenernya harus buat semesta itu menerima dirimu apa adanya.”

Yuuta tersenyum, melepaskan pelukannya kemudian menangkup wajah bundar sang terkasih, “Kalau mereka nggak mau, ya sudah relakan saja. Masih banyak senyum di dunia ini yang mau menerima kurangmu, seperti aku, Maki, Panda, Megumi, Nobara, dan Yuuji.

Ingat, Toge, semua orang berbeda. Contoh, kamu berbeda dari Rika dan begitu juga sebaliknya. Oke? Jangan benci dirimu karna hal itu.” Tungkas Yuuta. Toge semakin menangis, mengangguk kemudian memeluk prianya lagi.

Toge sekarang merasa sangat bersyukur karna ia mempunyai Yuuta sebagai kekasihnya, rumahnya untuk berpulang. Lelaki gagah nan manis akan segala ucap dan perilakunya.

Yuuta dengan senang hati menerima dirinya yang terlampau kurang, sedangkan Yuuta terlampau cukup. Bahkan sempurna.

“Hiks, Yuuta makasih banyak, huhu.” Toge semakin mengeratkan pelukannya pada Yuuta. Membuat yang dipeluk hanya mengangguk seraya berucap “sama-sama”.

“Udahan nangisnya, yuk? kasian nanti matanya sakit kebanyakan nangis.” Yuuta mengusap-usap pelupuk mata Toge.

'bengkaknya.' batinnya.

“Jangan diliatin, huhu. Malu pasti lagi berantakan banget sekarang,” rengek Toge. Yang dibalas Yuuta dengan gelengan kepala pertanda tak benar.

“Ngga tau, haha,” Yuuta tertawa sebelum melanjutkan, “Sehabis ini kamu jangan overthink lagi kaya tadi, ya? Ngga baik, sayang.”

Toge mengangguk dengan bersemangat. Tak lupa mengucapkan 'terima kasih' berulang kali pada sang terkasih.

“Terima kasih, Yuuta.”

“Sama-sama, Toge.”


END.