Halaman tak berjudul.
“Hai, aku datang lagi untuk kesekian kalinya.”
Hongjoong berjongkok di depan pusara tempat dimana Jongho, sang kekasih hatinya kini beristirahat.
“Rupanya memang benar kau tak mau pulang, eh? Hahaha.” Hongjoong berkata miris, mengusap batu nisan yang bertuliskan nama Jongho dengan tinta keemasan cantik yang menghiasi.
“Kau lebih suka rumah baru-mu ya? Tak apa, selagi kau nyaman aku tak mempermasalahkannya” meletakkan bunga Chrisyan putih kesukaan Jongho. Di sana, Hongjoong banyak bercerita tentang kesehariannya.
Dia berbicara seakan-akan Jongho berada di sana, mendengarkan semua celoteh-nya dan berharap dia mendapatkan balasan.
Namun, Nihil.
Hanya angin sore yang berhembus kencang, sebagai jawaban akan semua celotehnya.
“Bagaimana keadaanmu di sana? Apakah kau makan dengan teratur? Apa kau tak melupakan minummu?” Tanya Hongjoong.
Sunyi.
Hongjoong tersenyum gentir, betapa bodohnya dia. Berbicara kepada sebuah makam, yang hanya berbentuk gundukan tanah dan rumput yang menumbuhinya.
“Tak menjawab rupanya”
Hening. Terlalu hening.
Semilir angin yang sedari tadi menari menerbangkan surai hitam Hongjoong kini berhenti, seperti menandakan kalau mereka juga berduka.
“Kau tahu? Aku sudah hampir gila karna merindukanmu. Aku hampir putus asa kepada hidupku, dan berfikir jika aku ikut dengan mu pergi kesana adalah pilihan yang tepat. Namun, ada sebuah rasa yang jua tak ingin aku berbuat seperti itu. Aku harus bagaimana?”
Cairan bening perlahan menuruni pelupuk mata Hongjoong, air mata yang bisa berbicara bagaimana sakit hatinya yang entah telah berapa lama ia pendam sendiri.
Tiba-tiba saja Hongjoong berdiri, kemudian menghapus jejak air matanya.
“Kalau begitu aku pulang dulu, tetap jaga dirimu baik baik ya? Aku sayang kamu” Setelahnya, Hongjoong mulai berjalan kearah motornya kemudian meninggalkan areal pemakaman.
——-